Tanjungtv.com – Penyelundupan telur ayam ras dari Bali dan Pulau Jawa ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menjadi permasalahan besar yang tak kunjung teratasi. Meski pemerintah terus memperketat pengawasan di berbagai pintu masuk, modus operandi penyelundupan yang kian canggih dan jumlah petugas pengawas yang terbatas membuat masalah ini terus berlangsung. Setidaknya, 1 juta butir telur ilegal diperkirakan masuk ke NTB setiap bulan, merusak tatanan distribusi resmi dan memengaruhi harga pasar lokal.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) NTB, Muhammad Riadi, mengakui bahwa pasar gelap telur ayam ras masih marak terjadi. “Kami akui, pasar gelap ini sulit dikendalikan karena berbagai modus penyelundupan yang digunakan. Dari pelabuhan hingga jalur darat, penyelundupan tetap saja ada,” ungkapnya.
Salah satu modus yang kerap digunakan adalah mencampur telur ayam ras dengan barang lain, seperti makanan ringan atau produk non-hewan dalam satu truk. Truk-truk tersebut masuk ke NTB melalui berbagai pelabuhan utama, seperti Pelabuhan Lembar, Labuhan Lombok, hingga Poto Tano. Hal ini kerap membuat upaya pengawasan menjadi lebih sulit, terutama pada jam-jam rawan di malam hari.
Celah Pengawasan di Pintu Masuk
Riadi menjelaskan bahwa keterbatasan tenaga pengawas menjadi salah satu kendala utama dalam menangani kasus ini. “Kami harus berjaga di banyak pintu masuk yang beroperasi 24 jam, sementara jumlah SDM sangat terbatas. Ini menyebabkan celah dalam pengawasan, yang sering dimanfaatkan oleh pelaku penyelundupan,” ujarnya.
Selain itu, para pelaku penyelundupan kini menggunakan teknologi canggih untuk menghindari inspeksi mendadak (sidak). “Setiap kali kami merencanakan sidak, informasi sering kali bocor. Pelaku sudah lebih dulu mempersiapkan langkah antisipasi, sehingga sidak tidak membuahkan hasil,” tambah Riadi.
Legalitas dan Sertifikasi yang Diabaikan
Meski pemerintah tidak melarang masuknya telur ayam ras dari luar daerah, ada syarat ketat yang harus dipenuhi, termasuk memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Sertifikat ini menjamin bahwa produk hewan, termasuk telur, telah memenuhi standar kebersihan dan sanitasi. Namun, banyak perusahaan memilih jalur gelap karena tidak memiliki NKV.
“Banyak pelaku usaha yang enggan melalui jalur resmi karena prosedur yang dianggap rumit. Akibatnya, mereka memilih jalur penyelundupan,” jelas Riadi. Hingga saat ini, hanya tiga perusahaan yang mendapat izin resmi untuk mengimpor telur ke NTB, dengan total 622 ribu butir telur yang masuk sejak awal tahun 2024.
Dampak Ekonomi dan Kenaikan Harga
Penyelundupan telur ilegal tidak hanya merusak sistem distribusi resmi tetapi juga berdampak pada harga pasar lokal. Dengan semakin dekatnya momen Natal dan Tahun Baru (Nataru), harga telur ayam ras diperkirakan akan naik.
Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Ekonomi dan Distribusi Pangan Dinas Ketahanan Pangan (DKP) NTB, Raisah, mengungkapkan bahwa meski stok pangan secara umum masih aman, kenaikan harga sejumlah komoditas, termasuk telur, menjadi tantangan tersendiri. “Kami berupaya memastikan stok pangan tersedia dan harga tetap wajar, meskipun kenaikan tak terhindarkan,” tuturnya.
Langkah Ke Depan
Pemerintah NTB terus berupaya memperketat pengawasan dengan meningkatkan koordinasi antarinstansi terkait. Namun, tanpa dukungan dari teknologi dan penambahan tenaga pengawas, upaya ini diperkirakan belum akan mampu sepenuhnya menutup celah penyelundupan.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk lebih selektif dalam membeli telur ayam ras, memastikan produk yang dibeli memiliki izin resmi demi menjaga kualitas dan kesehatan konsumen. “Perang melawan penyelundupan ini tidak hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama,” tutup Riadi.
Penyelundupan yang merugikan negara dan peternak lokal ini harus segera dihentikan, sebelum jumlahnya meningkat menjadi lebih besar dan dampaknya lebih merusak ekonomi daerah.