Tanjungtv.com – Ratusan warga dari tiga desa, yaitu Korleko, Korleko Selatan, dan Tirtanadi, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur (Lotim), turun ke jalan bersama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) untuk menggelar aksi protes, Senin (30/9). Aksi tersebut merupakan puncak kekecewaan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan galian C yang merusak kehidupan warga setempat.
Massa aksi bergerak menuju sejumlah kantor pemerintahan, termasuk Kantor DPRD, Polres, dan Kantor Bupati Lotim. Mereka menuntut penghentian aktivitas tambang yang telah menimbulkan kerusakan lingkungan serta berdampak pada kualitas air dan lahan pertanian di desa-desa mereka.
Situasi sempat memanas saat massa tiba di Kantor Bupati, hingga terjadi ketegangan antara demonstran dan petugas keamanan. Namun, keadaan berhasil dikendalikan setelah Penjabat Bupati Lotim, M. Juaini Taofik, keluar menemui para demonstran dan mendengarkan keluhan mereka.
Dalam pertemuan dengan para demonstran, Juaini Taofik menyampaikan simpati terhadap apa yang dialami masyarakat. Ia mengakui bahwa aktivitas tambang di wilayah Kali Rumpang telah mencemari lingkungan dan merugikan warga sekitar. “Kami sudah menugaskan tim untuk memeriksa tambang di Kali Rumpang, dan memang ditemukan banyak pelanggaran yang merugikan masyarakat,” ungkap Taofik.
Ia juga menekankan bahwa banyak penambang yang tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, seperti tidak mencuci pasir di kolam pencucian yang telah disediakan. Pemerintah berjanji akan memperketat pengawasan dan menindak tegas penambang yang melanggar aturan. “Kami akan mengadakan rapat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan semua pihak terkait tambang untuk membahas masalah ini,” tambahnya.
Warga, yang diwakili oleh Selfin Riawan, dengan tegas meminta agar alat berat yang digunakan untuk menambang segera dikeluarkan dari lokasi tambang. “Kami hanya meminta aktivitas tambang dilakukan sesuai prosedur, karena saat ini air sumur kami mengering, dan tanah kami tertutup limbah tambang,” ujar Selfin.
Menurutnya, warga sudah merasakan dampak negatif dari tambang ini selama lebih dari satu dekade. Ia menyebut aksi protes ini sebagai puncak kemarahan yang telah lama tertahan. “Masyarakat sudah menderita selama 12 tahun. Jika tuntutan kami tidak dipenuhi, kami akan kembali turun ke jalan dengan aksi yang lebih besar,” tegasnya.
Selain itu, Selfin juga meminta agar tambang di Kali Rumpang ditutup sepenuhnya karena dianggap telah mencemari sumber air utama di desa-desa tersebut. Sejak dimulainya aktivitas tambang, kualitas air menurun drastis, tidak lagi jernih, dan tidak layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Kerusakan akibat tambang tidak hanya berdampak pada air, tetapi juga pada lahan pertanian warga. Hampir seluruh lahan di Korleko, Korleko Selatan, dan Tirtanadi terkena limbah tambang yang merusak tanah subur mereka. “Lahan pertanian kami telah hancur akibat limbah tambang. Kami tidak bisa lagi mengandalkan hasil pertanian seperti dulu,” keluh Selfin.
Aksi protes yang berlangsung damai ini menjadi simbol perjuangan masyarakat dalam menuntut hak-hak mereka untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Mereka berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas dalam menangani masalah ini, demi masa depan yang lebih baik bagi desa-desa terdampak.