Tanjungtv.com, 30 September 2024 – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah (Loteng) kembali menjadi sorotan terkait kasus dugaan korupsi pembangunan jalan menuju Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak. Tersangka utama, Suherman, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut, telah tiga kali dipanggil secara resmi namun tak kunjung memenuhi panggilan. Kepala Kejari Loteng, Intan Sirait, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan segan-segan untuk melakukan upaya jemput paksa apabila Suherman terus mangkir.
“Kita sudah melakukan tiga kali pemanggilan resmi sesuai peraturan. Kami masih menunggu itikad baik dari tersangka, namun jika tidak ada respons, jemput paksa adalah opsi yang akan kami ambil,” ujar Intan Sirait saat ditemui di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB pada Senin (30/9).
Menurut Intan, pihak Kejaksaan sebenarnya berharap Suherman segera menyerahkan diri tanpa harus dilakukan tindakan lebih lanjut. Namun, jika dalam waktu yang ditentukan tersangka masih tetap tidak kooperatif, maka langkah penegakan hukum akan diambil.
“Kami tetap memberi kesempatan, namun jika terus menghindar, jemput paksa akan dilakukan. Pemberkasan kasus ini sudah hampir selesai, hanya tinggal keterangan dari tersangka saja yang dibutuhkan,” tambahnya.
Kasus Korupsi Jalan Ambruk di Gunung Tunak
Kasus yang melibatkan Suherman ini terkait dengan proyek pembangunan jalan akses menuju TWA Gunung Tunak yang dibiayai oleh APBD Perubahan Provinsi NTB tahun 2017 dengan anggaran sekitar Rp 3 miliar. Proyek ini menjadi sorotan setelah jalan yang dibangun ambruk, mengundang kecurigaan adanya tindak pidana korupsi.
Dari hasil audit yang dilakukan oleh Inspektorat NTB, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp 330 juta. Berdasarkan temuan tersebut, Kejari Loteng melanjutkan penyelidikan dan menetapkan Suherman serta dua rekan lainnya, Muhammad Nur Rushan sebagai Konsultan Pengawas dan Fikhan Sahidu, Direktur PT Indomine Utama, sebagai tersangka.
Praperadilan Berujung Kandas
Menariknya, ini bukan kali pertama Suherman ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Pada tahun-tahun sebelumnya, Suherman sempat lolos dari jerat hukum setelah memenangkan praperadilan di Pengadilan Negeri Praya. Namun, penyelidikan kembali dilakukan, dan Suherman kembali ditetapkan sebagai tersangka.
Kali ini, upaya Suherman untuk mengajukan praperadilan kembali gagal. Hakim Pengadilan Negeri Praya menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Suherman, yang artinya status tersangka tetap melekat padanya.
“Kami tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain dalam kasus ini. Penyidikan terus berjalan, dan kami siap untuk menambah tersangka jika ada bukti yang mengarah ke pihak lain,” ujar Intan.
Proyek Jalan yang Menimbulkan Masalah
Proyek pembangunan jalan akses menuju TWA Gunung Tunak awalnya diharapkan menjadi salah satu proyek infrastruktur yang mendukung pariwisata di Lombok Tengah. Namun, sejak jalan tersebut ambruk, proyek ini justru menjadi pusat perhatian karena diduga sarat dengan korupsi.
Jaksa menilai bahwa ada penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 330 juta. Penyelidikan yang dilakukan menemukan bahwa kualitas pengerjaan jalan jauh dari standar yang seharusnya, sehingga menyebabkan ambruknya jalan beberapa bulan setelah dibangun.
Ancaman Jemput Paksa Makin Dekat
Jika Suherman terus menghindari panggilan jaksa, upaya jemput paksa yang selama ini menjadi ancaman akan segera dilakukan. Pihak kejaksaan berharap Suherman bisa menunjukkan sikap kooperatif agar proses hukum berjalan lancar.
“Kami masih memberi waktu untuk Suherman agar segera datang dan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Namun, jika panggilan ini tidak juga diindahkan, jemput paksa akan menjadi langkah berikutnya,” tutup Intan Sirait.
Kasus ini menambah panjang daftar dugaan korupsi di bidang infrastruktur yang merugikan negara. Masyarakat berharap agar proses hukum dapat ditegakkan secara adil dan transparan, mengingat pentingnya proyek tersebut untuk mendukung pengembangan pariwisata di Lombok Tengah.