Tanjungtv.com, 03 Oktober 2024 – Dunia politik di Kabupaten Lombok Utara kembali bergemuruh menjelang pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Salah satu yang menjadi topik hangat di tengah masyarakat adalah jargon dari salah satu tim sukses calon, yang sering terdengar di berbagai kesempatan: “Ya ya bae… Giliran ita kane…” Jargon ini mulai mengundang perbincangan luas, tidak hanya di dunia nyata tetapi juga di jagat media sosial.
Wira Adiguna, seorang tokoh muda dan pengamat politik lokal, menjadi salah satu figur yang turut berkomentar terkait fenomena ini. Dalam sebuah postingan di akun media sosialnya, Wira secara tegas menyebutkan bahwa jargon tersebut, yang terkesan menganggap giliran jabatan sebagai sebuah rotasi tanpa campur tangan pilihan rakyat, sangat tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. “Pesta demokrasi itu ditentukan oleh suara terbanyak yang memilih. Siapa yang dekat dengan rakyat, itulah yang akan dipilih oleh rakyat untuk menjadi pemimpin,” tulisnya dalam unggahan yang kini tengah ramai dibahas netizen.
Unggahan Wira di Grup Facebook KLU “Berbicara Fakta” sontak mendapatkan berbagai reaksi. Beberapa warganet merasa bahwa penggunaan jargon seperti “Ya ya bae… Giliran ita kane…” seolah-olah mengabaikan esensi dari demokrasi itu sendiri, di mana posisi sebagai Bupati dan Wakil Bupati adalah hasil dari pilihan rakyat, bukan sekadar rotasi jabatan. “Jargon ini bikin geli, karena kok kesannya jabatan itu tinggal gilir saja, padahal ada proses panjang dan rakyat yang menentukan,” ujar salah satu komentar dari netizen yang juga meramaikan diskusi tersebut.
Banyak pihak menganggap bahwa jargon yang kerap diulang-ulang ini justru mereduksi makna dari pemilihan umum sebagai sarana untuk memilih pemimpin. Sejumlah pengamat politik lokal menilai bahwa kampanye harus lebih berfokus pada visi dan misi calon, bukan sekadar menggunakan jargon yang kurang mencerminkan semangat demokrasi. “Rakyat tidak hanya memilih karena kebetulan giliran, tapi karena mereka percaya pada kapasitas pemimpin yang bisa membawa perubahan positif,” ungkap Wira dalam postingan lanjutannya.
Sejumlah tim sukses dari kubu yang berbeda juga turut menanggapi dengan pandangan beragam. Ada yang menganggap jargon ini sebagai bentuk humor dan cara untuk lebih mendekatkan diri dengan pemilih, namun ada pula yang merasa bahwa hal ini justru bisa menjadi bumerang dan mengurangi keseriusan dalam menghadapi pemilihan. “Ini kan ajang serius, masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati dipilih dengan suara rakyat, bukan sekadar rotasi seperti di lingkungan organisasi,” ungkap salah satu juru bicara dari tim calon lawan.
Perang Jargon di Media Sosial
Tidak dapat dipungkiri bahwa di era digital seperti saat ini, media sosial memainkan peran penting dalam membangun opini publik. Jargon-jargon yang dilontarkan oleh masing-masing kubu bisa dengan mudah tersebar luas dan menjadi bahan diskusi di kalangan masyarakat. Jargon “Ya ya bae… Giliran ita kane…” menjadi salah satu contoh bagaimana sebuah frasa sederhana bisa menjadi viral dan menimbulkan berbagai interpretasi.
Banyak warga Lombok Utara yang mulai merasakan adanya perubahan atmosfer dalam kampanye politik di daerah mereka. Sebelumnya, diskusi dan debat politik lebih banyak dilakukan melalui pertemuan langsung atau acara formal. Namun, kini media sosial menjadi medan perang baru bagi tim sukses calon untuk menarik simpati masyarakat, sekaligus menguatkan eksistensi mereka di dunia maya.
Wira Adiguna dalam pesannya juga menambahkan, “Siapa yang dekat dengan rakyat itulah yang akan dipilih. Jangan sampai kita terbuai dengan jargon yang sekadar guyonan, karena pilihan kita menentukan masa depan Lombok Utara. Salam NK BerSATU untuk Lombok Utara yang lebih maju.” Unggahan ini diakhiri dengan ajakan agar masyarakat Lombok Utara lebih kritis dalam memilih pemimpin yang bisa membawa perubahan nyata.
Fenomena jargon ini tentunya mempengaruhi dinamika kampanye politik di Lombok Utara. Beberapa tim sukses mulai memperkuat strategi mereka dengan melibatkan konsultan media sosial dan komunikasi politik, guna memastikan pesan yang mereka sampaikan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat. “Di era modern ini, kampanye bukan hanya tentang turun ke lapangan, tapi juga bagaimana kita mengelola citra di dunia maya,” ujar seorang ahli komunikasi politik yang enggan disebutkan namanya.
Dengan semakin dekatnya hari pemilihan, pertempuran di media sosial diperkirakan akan semakin memanas. Masyarakat Lombok Utara sendiri diharapkan tetap kritis dan bijak dalam menerima informasi, serta memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak dan visi misi yang jelas, bukan hanya karena sekadar jargon yang terdengar lucu atau menghibur.
Pada akhirnya, siapa pun yang akan terpilih menjadi pemimpin Lombok Utara adalah mereka yang mendapatkan dukungan nyata dari rakyat. Semoga pemilu kali ini bisa membawa perubahan yang positif dan menjadikan Lombok Utara lebih maju.