Tanjungtv.com – Keputusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL) mencabut izin aktivitas pengeboran dan pemasangan pipa PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) di perairan Gili Trawangan memicu perhatian serius terhadap perlindungan ekosistem laut di kawasan tersebut. Pencabutan izin yang diumumkan pada 27 September 2024 menandai langkah tegas pemerintah dalam melindungi sumber daya laut dan mencegah eksploitasi lingkungan.
PT TCN yang telah beroperasi dalam penyediaan air bersih di kawasan Gili Trawangan melalui metode Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) kini harus menghadapi konsekuensi atas aktivitas pengeborannya yang merusak ekosistem laut seluas 5.000 meter persegi. Kerusakan tersebut dipandang oleh banyak pihak sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan pariwisata dan keseimbangan lingkungan di kawasan Gili yang terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya.
Analisa Kerugian Ekosistem Laut dan Respons KKP
Kementerian Kelautan dan Perikanan saat ini tengah melakukan perhitungan kerugian ekosistem laut akibat pengeboran yang dilakukan PT TCN. Rusaknya ekosistem laut di kawasan tersebut berdampak langsung pada terumbu karang dan biota laut, yang menjadi daya tarik utama wisatawan. Gili Trawangan, sebagai salah satu destinasi wisata bahari populer, bergantung pada kelestarian laut untuk menjaga arus kunjungan wisatawan.
Dampak kerusakan ini diperkirakan akan mengganggu keseimbangan ekosistem dan bisa memicu efek domino yang merugikan sektor pariwisata. Keterlambatan rehabilitasi oleh PT TCN semakin memperburuk situasi, meskipun perusahaan tersebut telah berjanji untuk melakukan perbaikan sejak lama.
Langkah tegas KKP dalam menyegel fasilitas operasional PT TCN pada Juni 2024 lalu menandai dimulainya tindakan hukum terhadap perusahaan tersebut. Hingga akhirnya, pada akhir September, izin pemanfaatan ruang laut (PRL) PT TCN secara resmi dicabut.
Dilema Penyediaan Air Bersih di Gili Trawangan
Meskipun izin PRL PT TCN telah dicabut, masalah penyediaan air bersih di kawasan Gili Trawangan masih menjadi tantangan besar. PT TCN merupakan mitra strategis PDAM Amerta Dayan Gunung dalam mendistribusikan air bersih melalui teknologi SWRO. Namun, setelah pencabutan izin, pertanyaan muncul mengenai keberlanjutan distribusi air bersih di kawasan tersebut.
Menurut Ketua Satuan Tugas Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dian Patria, PT TCN kemungkinan masih memiliki izin distribusi air dari darat. Namun, distribusi air yang melibatkan sumber daya laut kini tidak lagi memiliki izin. Hal ini membuka perdebatan tentang apakah Gili Trawangan akan menghadapi krisis air bersih setelah keputusan ini.
Sejak kasus kerusakan ekosistem laut ini mencuat, PT TCN sempat menyatakan akan melakukan rehabilitasi lingkungan laut yang rusak akibat aktivitas pengeboran. Namun, hingga saat ini, janji tersebut belum terlaksana, yang memperkuat alasan KKP dalam mengambil tindakan tegas.
Sementara itu, pemerintah dan berbagai pihak yang peduli terhadap kelestarian lingkungan mendesak PT TCN untuk segera memulai upaya rehabilitasi. Kegagalan perusahaan dalam menepati komitmennya dapat berdampak buruk pada citra Gili Trawangan sebagai destinasi wisata ramah lingkungan.
Imbas Pencabutan Izin Terhadap Pariwisata
Keputusan ini juga diperkirakan akan memiliki dampak jangka panjang terhadap sektor pariwisata di Gili Trawangan. Wisatawan, terutama mereka yang tertarik pada wisata bahari dan menyelam, cenderung sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan. Jika kerusakan ekosistem laut terus terjadi tanpa tindakan rehabilitasi yang signifikan, Gili Trawangan bisa kehilangan daya tariknya sebagai destinasi menyelam kelas dunia.
Pariwisata Gili Trawangan sangat bergantung pada keindahan bawah laut yang kaya akan terumbu karang dan kehidupan laut. Jika kondisi lingkungan laut rusak, maka akan mempengaruhi jumlah wisatawan yang berkunjung, yang pada akhirnya dapat mengurangi pendapatan sektor pariwisata di wilayah ini.
Solusi dan Harapan Masa Depan
Sebagai solusi jangka panjang, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya perlu mempertimbangkan pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam di kawasan Gili Trawangan. Salah satunya adalah dengan memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap perusahaan yang beroperasi di kawasan tersebut, sehingga kejadian serupa tidak terulang.
Selain itu, penting bagi Gili Trawangan untuk memanfaatkan teknologi ramah lingkungan dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Metode seperti pengolahan air hujan dan teknologi desalinasi air laut yang lebih ramah lingkungan dapat menjadi alternatif yang perlu dipertimbangkan.
Pencabutan izin PT TCN di Gili Trawangan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan langkah penting dalam menjaga kelestarian ekosistem laut di kawasan tersebut. Meski begitu, pemerintah dan perusahaan harus bekerja sama untuk mencari solusi dalam penyediaan air bersih tanpa merusak lingkungan. Sementara itu, rehabilitasi ekosistem laut harus menjadi prioritas agar pariwisata Gili Trawangan tetap menarik bagi wisatawan internasional yang peduli terhadap lingkungan.
Langkah ini juga menjadi peringatan bagi perusahaan lain agar selalu mematuhi regulasi dan menjaga keseimbangan antara bisnis dan kelestarian alam.