Tanjungtv.com – Program “Dusun Mandiri” yang digagas oleh Paslon Bupati dan Wakil Bupati KLU Muchsin Efendi-Junaidi Arif (MJA) dengan menawarkan bantuan sebesar Rp 100 juta hingga Rp 300 juta per dusun, kini tengah menjadi sorotan publik. Program ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat, terutama karena aspek pendanaannya yang cukup besar dan pertanyaan terkait kewenangan dusun dalam pengelolaan anggaran tersebut.
Ketua Tim Pemenangan MJA, Ada Malik, angkat bicara mengenai kontroversi ini. Menurutnya, bantuan tersebut tidak diberikan dalam bentuk uang tunai ke kas dusun atau desa, melainkan dalam bentuk program yang langsung menyasar masyarakat. “Jadi kami tidak pernah menjanjikan akan mendistribusikan uang ke kas desa atau dusun, tetapi programnya yang akan kami berikan ke masyarakat sesuai usulan mereka,” tegas Ada Malik pada Sabtu (2/11).
Malik menjelaskan lebih lanjut bahwa kesalahpahaman terkait program ini sering muncul karena banyak pihak menganggapnya sebagai janji tanpa dasar. “Program ini bukan khayalan. Ini realistik dan sudah diperhitungkan secara matang,” ungkapnya, menekankan kesiapan timnya untuk merealisasikan visi tersebut.
Di sisi lain, Ketua Divisi Humas Paslon Najmul-Kusmalahadi, Ardianto, memberikan tanggapan yang berseberangan. Ia menilai bahwa wajar jika banyak masyarakat bingung dan salah paham terkait bantuan yang dijanjikan, karena selama ini tidak ada penjelasan mendetail tentang konsep program tersebut. “Namun, sekarang misteri ini akhirnya terungkap. Ternyata, itu bukan berupa uang tunai melainkan program. Ini yang selama ini tidak diketahui oleh sebagian masyarakat,” ujar Ardianto.
Lebih lanjut, Ardianto menilai program “Dusun Mandiri” MJA ini sebagai langkah mundur bagi pembangunan di KLU. Menurutnya, pemerintah daerah selama ini telah mengarahkan anggaran yang lebih besar ke dusun-dusun, bahkan melebihi Rp 300 juta. “Selama ini, anggaran yang dialokasikan ke dusun tidak hanya Rp 100 juta hingga Rp 300 juta, tetapi bisa mencapai Rp 700 juta, baik dari Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), maupun APBD,” jelasnya.
Ardianto juga mengkritik plafon bantuan program ini yang dianggapnya terlalu kecil untuk ukuran pembangunan dusun. “Jika maksimal anggaran yang dijanjikan hanya Rp 300 juta per dusun, ini jelas terlalu kecil dibandingkan apa yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya. Ini menunjukkan keterbatasan yang justru menghambat progres pembangunan,” tegasnya.
Ketegangan antara kubu pendukung MJA dan Najmul-Kusmalahadi semakin meningkat seiring dengan disorotnya program ini oleh masyarakat luas. Meski Ada Malik telah mencoba meluruskan informasi dan memastikan bahwa program tersebut berbasis kebutuhan masyarakat, kritik tetap berdatangan. Publik pun terus menanti langkah selanjutnya dari MJA untuk memperjelas implementasi rencana besar ini.(nan)