Tanjungtv.com – Istilah “serangan fajar” kembali mencuat di Pilkada serentak NTB 2024. Praktik politik uang yang mencoreng demokrasi ini muncul dalam berbagai modus baru, termasuk penukaran Kartu Keluarga (KK) dengan amplop berisi uang tunai Rp 50 ribu. Ketua Bawaslu Kota Mataram, Muhammad Yusril, menegaskan pihaknya telah menginstruksikan pengawasan ketat di 249 TPS yang terindikasi rawan politik uang.
“Kami mengantisipasi modus baru ini. Setiap warga diminta menyerahkan KK untuk ditukar dengan uang. Ini bentuk kejahatan pemilu yang harus dihentikan,” tegas Yusril.
Bawaslu NTB mencatat 249 TPS rawan tersebar di Lombok Timur, Bima, dan Lombok Tengah. Komisioner Hasan Basri menyebut praktik politik uang ini tak hanya merusak integritas demokrasi, tetapi juga menjadi ancaman bagi masa depan masyarakat. “Politik uang hanya melahirkan pemimpin korup,” ujarnya.
Modus Baru yang Sulit Dibongkar
Praktik politik uang di Pilkada 2024 ini hadir dengan pola baru yang sulit dilacak. Warga melaporkan adanya pembagian uang saat kampanye, namun bukti yang ada seringkali tak cukup kuat untuk proses hukum. Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu NTB, Umar Achmad Seth, mengeluhkan rendahnya keberanian warga untuk melapor secara langsung.
“Sebagian besar laporan berasal dari orang yang tidak menyaksikan langsung. Ini menyulitkan kami mendalami kasus,” ujar Umar. Meski demikian, Bawaslu tetap membuka kanal anonim untuk menerima informasi valid dari masyarakat.
Sanksi Berat untuk Pemberi dan Penerima
Berdasarkan UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, pelaku politik uang, baik pemberi maupun penerima, dapat dipidana. Hukuman penjara antara 3 hingga 6 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar mengintai siapa pun yang terbukti melanggar. “Jika terbukti TSM (Terstruktur, Sistematis, Masif), paslon yang menang bisa dibatalkan,” tambah Hasan.
Perlawanan Bawaslu
Selain patroli pengawasan khusus, Bawaslu juga menggandeng lembaga agama, pendidikan, dan masyarakat untuk mencegah praktik kotor ini. Namun, karakter masyarakat yang pragmatis menjadi tantangan besar. “Ini tantangan moral bagi semua pihak. Kita harus menghentikan budaya yang mencemari demokrasi ini,” tutup Hasan.
Sentimen Politik Uang Menurun
Menariknya, survei Prediksi Survei dan Statistik Indonesia (PRESiSI) menunjukkan bahwa sentimen politik uang di Pilkada lebih rendah dibandingkan Pileg 2024. Direktur PRESiSI, Darwan Samurdja, mengungkap bahwa hanya 16% pemilih di Lombok Timur dan 12% di Lombok Utara yang mengaku bersedia menerima uang dari paslon. “Namun, tetap saja, angka ini menjadi perhatian serius,” pungkasnya.
Bawaslu mengimbau seluruh elemen masyarakat untuk turut serta menjaga demokrasi yang bersih. Pesan utamanya jelas: melaporkan setiap pelanggaran tanpa rasa takut. Demokrasi bukan untuk dijual, dan masa depan generasi mendatang tidak boleh dikorbankan demi kepentingan sesaat.