Tanjungtv.com — Partisipasi pemilih di Pilkada Kabupaten Lombok Utara (KLU) 2024 menjadi perhatian serius dengan angka yang mencengangkan. Penurunan drastis dibandingkan Pemilu Presiden dan Legislatif memunculkan tanda tanya besar: apakah demokrasi di KLU mulai kehilangan daya tariknya?
Ketua KPU KLU, Nizamudin, mengungkapkan bahwa tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada kali ini hanya mencapai 82 persen. Angka tersebut jauh di bawah partisipasi pada Pemilu sebelumnya yang mencapai 86 persen. Walaupun perbedaan hanya empat persen, dampaknya dinilai signifikan. “Ini menjadi catatan penting bagi kami. Penyebab pastinya akan kami evaluasi bersama,” ujar Nizamudin pada Rabu (4/12).
Menurutnya, salah satu dugaan awal atas penurunan ini adalah jarak waktu yang terlalu dekat antara Pemilu dengan Pilkada. Faktor lain seperti singkatnya masa kampanye juga dianggap berkontribusi. Namun, Nizamudin menegaskan bahwa ini masih sebatas spekulasi. “Evaluasi akan dilakukan bersama seluruh pihak terkait untuk memastikan penyebab pastinya,” tambahnya.
Kampanye Tidak Efektif?
KPU KLU mengklaim telah melakukan upaya maksimal untuk meningkatkan partisipasi pemilih, terutama melalui sosialisasi intensif. Kampanye gencar dilakukan oleh pasangan calon, partai politik, dan bahkan Bawaslu. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hasil sebaliknya. Ajakan-ajakan untuk datang ke TPS seolah tidak cukup menggugah warga KLU untuk menggunakan hak pilih mereka.
Ketua Bawaslu KLU, Deny Hartawan, turut mengakui adanya penurunan partisipasi. Namun, ia enggan memberikan komentar lebih jauh. “Itu domain KPU. Kami fokus pada pengawasan teknis Pilkada,” ujarnya singkat.
Misteri di Balik TPS yang Sepi
Rahadi, tim penghubung pasangan calon Danny Karter Febrianto-Zaki Abdillah, menyoroti fenomena ini dengan keprihatinan mendalam. Menurutnya, penurunan partisipasi ini merupakan anomali dalam sejarah demokrasi di KLU. “KLU selalu dikenal dengan partisipasi masyarakatnya yang tinggi dalam setiap pesta demokrasi. Kali ini berbeda. Hampir di semua kecamatan, kehadiran di TPS rendah. Ini tidak biasa,” ungkapnya.
Ia menyebut beberapa kemungkinan, seperti cuaca buruk atau ketidakpuasan masyarakat terhadap kandidat yang bertarung. “Namun, tanpa data konkret, semuanya hanya asumsi,” imbuhnya.
Krisis Kepercayaan atau Kejenuhan Politik?
Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar: apakah warga KLU mulai kehilangan kepercayaan terhadap proses demokrasi atau hanya sekadar jenuh dengan politik? Banyak pihak menduga, ketidakpuasan terhadap pasangan calon yang ada menjadi faktor utama. “Mungkin masyarakat merasa pilihan yang ada tidak merepresentasikan aspirasi mereka,” ujar salah satu pemerhati politik lokal yang enggan disebutkan namanya.
Momentum untuk Berbenah
Meski angka partisipasi masih tergolong tinggi secara nasional, penurunan ini menjadi peringatan dini bagi penyelenggara pemilu di KLU. Evaluasi mendalam harus segera dilakukan untuk mengidentifikasi akar masalah dan merumuskan solusi yang tepat.
Apakah ini awal dari erosi kepercayaan publik terhadap demokrasi di KLU? Ataukah hanya efek sementara dari dinamika politik yang tidak biasa? Hanya waktu yang akan menjawab. Namun satu hal yang pasti, KPU dan Bawaslu KLU memiliki pekerjaan rumah besar untuk memastikan Pilkada berikutnya tidak mengalami penurunan partisipasi yang lebih parah. Demokrasi bukan sekadar angka, melainkan nyawa dari sebuah bangsa.