Tanjungtv.com – Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTB resmi menetapkan hasil rekapitulasi suara Pilkada 2024 melalui pleno tingkat kabupaten/kota, tensi politik di wilayah ini semakin memanas. Pasangan calon (paslon) yang dinyatakan kalah tidak tinggal diam dan berencana menggugat hasil tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini menjadi babak baru dalam perjalanan Pilkada NTB yang penuh dinamika.
Hukum Membuka Jalan: Tiga Hari Menuju MK
Menurut aturan yang berlaku, paslon memiliki waktu tiga hari setelah penetapan hasil rekapitulasi untuk mengajukan gugatan ke MK. Proses ini menjadi satu-satunya jalan bagi paslon yang tidak puas dengan hasil pemilu. KPU NTB kini hanya menunggu konfirmasi resmi dari KPU RI mengenai mana gugatan yang diterima dan mana yang ditolak oleh MK.
“MK akan menyampaikan mana yang masuk dalam sengketa, mana yang tidak,” ungkap salah satu pejabat KPU NTB. Ia juga menambahkan bahwa paslon tidak perlu datang langsung ke KPU NTB untuk proses pengaduan ini. “Tiap kabupaten kita punya rentang waktu kapan terakhir mereka melakukan aduan ke MK,” sambungnya.
Pleno Rampung, PSU Ditolak
Sementara itu, KPU NTB memastikan bahwa pleno tingkat kabupaten/kota telah rampung tanpa kendala berarti. Namun, polemik mencuat terkait usulan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang sebelumnya direkomendasikan oleh Bawaslu NTB. PSU disarankan di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Lombok Tengah dan satu TPS di Sumbawa Barat.
Namun, KPU NTB menolak melaksanakan PSU dengan alasan tidak terpenuhinya syarat sesuai kajian hukum. “Rekomendasi dari Bawaslu kita tindak lanjuti dengan kajian hukum. Kalau memang sesuai dengan kajian hukum, maka kita lakukan PSU,” jelas perwakilan KPU NTB. Penolakan ini mengundang kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk dari pendukung paslon yang merasa dirugikan.
Bawaslu vs KPU: Perselisihan Terbuka
Keputusan KPU NTB ini berpotensi memicu pelaporan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Namun, KPU NTB tampak tenang menghadapi ancaman ini. “Kalau memang dilaporkan ke DKPP, itu menjadi kewenangan Bawaslu. Kita siap menghadapi,” tegasnya.
Sengketa Pilkada dan Masa Depan Demokrasi NTB
Kasus ini menyoroti berbagai tantangan dalam penyelenggaraan Pilkada, mulai dari teknis di TPS hingga pengawasan yang melibatkan Bawaslu dan KPU. Sengketa hasil Pilkada yang berujung di MK sering menjadi panggung politik terakhir bagi paslon yang tidak menerima kekalahan.
Dengan pleno yang sudah rampung dan MK menjadi penentu akhir, perhatian kini tertuju pada apakah gugatan ini akan membuahkan hasil. Jika tidak, perjalanan panjang Pilkada NTB akan berakhir dengan catatan kontroversi yang tak terlupakan.
Babak Baru di MK
Bagi paslon yang menggugat, MK menjadi medan terakhir untuk mempertaruhkan klaim kemenangan. Namun, bagi publik, drama ini mencerminkan perjuangan demokrasi yang belum sepenuhnya ideal. Apapun keputusan MK, satu hal yang pasti: masa depan NTB akan ditentukan oleh bagaimana semua pihak menerima hasil dengan lapang dada atau terus terjebak dalam konflik tanpa akhir.
Akankah NTB melangkah ke depan dengan demokrasi yang lebih matang, atau justru terperosok dalam jurang sengketa politik? Jawaban itu kini berada di tangan MK dan pihak-pihak terkait.