Tanjungtv.com – Sebanyak 80% desa di Kabupaten Lombok Utara (KLU) belum optimal dalam penanganan kebencanaan akibat terbatasnya pemahaman dan kendala regulasi dalam pengelolaan dana desa. Meski pemerintah telah menyediakan landasan hukum seperti UU Nomor 3 Tahun 2024 dan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018, pelaksanaan di lapangan masih menemui hambatan besar.
Wakil Direktur KONSEPSI NTB, Hairul Anwar, mengungkapkan bahwa desa-desa masih ragu untuk mengalokasikan dana desa secara signifikan untuk penanggulangan bencana. Hal ini terjadi karena kebijakan penanggulangan bencana belum menjadi arus utama dalam pengelolaan keuangan desa. “Desa tidak percaya diri untuk mengalokasikan dana karena masih bingung dengan penafsiran regulasi yang ada,” jelas Hairul dalam forum diskusi yang digelar KONSEPSI NTB kemarin (10/12).
Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Diseminasi Policy Brief tentang Optimalisasi Penggunaan Keuangan Desa dalam Mendukung Manajemen Kedaruratan Bencana Desa” menghadirkan puluhan kepala desa se-KLU. Diskusi ini diharapkan mampu menjadi langkah awal untuk menciptakan aksi nyata dalam memperkuat peran desa dalam penanggulangan bencana.
Regulasi Ada, Pelaksanaan Sulit
Dalam paparannya, Hairul menjelaskan bahwa beberapa desa di KLU merasa terbebani dengan tumpang tindihnya regulasi. Regulasi yang ada dianggap tidak memberikan panduan teknis yang jelas, sehingga menimbulkan kebingungan dalam mengalokasikan dana untuk kebencanaan. “Kami menemukan bahwa desa-desa lebih fokus pada infrastruktur fisik daripada mempersiapkan program mitigasi bencana,” tambahnya.
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) KLU, Budiawan, menekankan bahwa pemahaman aparatur desa tentang kebijakan pengelolaan dana masih rendah. Ia berharap kegiatan seperti FGD ini bisa memberikan wawasan kepada para kepala desa mengenai urgensi mitigasi bencana di tingkat lokal. “Ini bukan hanya soal regulasi, tapi soal nyawa dan keselamatan warga desa,” tegasnya.
Langkah Konkret yang Diharapkan
Beberapa rekomendasi yang muncul dari FGD ini antara lain:
- Penyederhanaan Regulasi
Pemerintah diminta memberikan panduan teknis yang lebih mudah dipahami terkait alokasi dana untuk kebencanaan. - Pelatihan untuk Aparatur Desa
Program pelatihan terpadu bagi perangkat desa dianggap mendesak untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam manajemen bencana. - Kolaborasi Antardesa
Desa-desa di KLU disarankan membentuk konsorsium untuk saling berbagi sumber daya dan pengalaman dalam menghadapi bencana. - Pendampingan dari Pemerintah Daerah
Peran pemerintah daerah harus lebih aktif dalam memberikan pendampingan teknis kepada desa-desa.
Tantangan Besar Menanti
Meski berbagai rekomendasi telah disampaikan, Budiawan mengingatkan bahwa pelaksanaannya membutuhkan komitmen besar dari semua pihak. “Ini bukan soal anggaran semata, tapi tentang kemauan desa untuk benar-benar berperan aktif,” katanya.
Dengan meningkatnya frekuensi bencana di KLU, seperti banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah pada awal tahun ini, urgensi penguatan desa dalam penanggulangan bencana menjadi semakin nyata. Pemerintah desa diharapkan tidak hanya reaktif dalam menangani bencana, tetapi juga proaktif dalam merencanakan langkah-langkah pencegahan.
Diskusi ini menjadi tonggak penting bagi KLU untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah desa, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Namun, tanpa dorongan kebijakan yang lebih inklusif, upaya ini berisiko menjadi sekadar wacana.