Tanjungtv.com – Warga Lombok Utara, terutama para buruh, sedang deg-degan menanti keputusan Dewan Pengupahan terkait Upah Minimum Kabupaten (UMK) tahun 2025. Ada harapan besar, tapi juga bayangan suram di balik angka-angka yang akan ditetapkan. Bak drama sinetron, pembahasan UMK ini dipenuhi harapan, kekhawatiran, dan tentu saja kalkulasi dari semua pihak.
Dewan Pengupahan KLU, yang terdiri dari berbagai unsur seperti OPD, asosiasi pengusaha, dan perwakilan buruh, telah mulai bersidang. Sekretaris Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Tenaga Kerja KLU, Erwin Rahadi, memberikan kisi-kisi. Menurutnya, nominal UMK 2025 akan berada di atas Rp 2,6 juta. “UMP saja Rp 2.602.931. Jadi UMK pasti lebih besar, selisihnya sekitar Rp 40-50 ribu,” jelasnya.
Namun, jangan buru-buru bersorak. Penentuan angka ini tak semudah membalik telapak tangan. Ada regulasi, formula hitungan, hingga pertimbangan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat yang harus dipatuhi. “Keinginan besar harus disesuaikan dengan kemampuan perusahaan,” tambah Erwin, seperti memberi pengingat halus bahwa gaji besar tetap harus realistis.
Buruh: Kenaikan UMK atau Kami Gelisah!
Buruh jelas menyuarakan harapan besar agar UMK naik signifikan. Namun, Erwin mengingatkan ada konsekuensi besar jika kenaikan terlalu tinggi. “Kalau terlalu tinggi, bisa jadi perusahaan malah memilih PHK atau mengurangi tenaga kerja. Mereka juga harus menghitung kemampuan finansial mereka,” ungkapnya.
Potensi investasi di Lombok Utara juga menjadi sorotan. Pemerintah berusaha mendorong perusahaan yang ada untuk merekrut tenaga kerja sebanyak-banyaknya. “Kita ingin UMK yang tinggi tidak membuat perusahaan lari, tapi tetap memberi keadilan untuk buruh,” tambah Erwin. Sebuah pernyataan yang rasanya pas untuk jadi caption Instagram motivasi.
Realitas Perusahaan: Taat Aturan, Tapi Bisa Goyah
Meski begitu, Erwin memberikan kabar baik. Dari hasil pengawasan, belum ada perusahaan di Lombok Utara yang mengupah pekerjanya di bawah UMK. Namun, apakah ini akan terus bertahan jika UMK melonjak? “Kedepan, ini akan menjadi atensi kita,” tegasnya.
Dalam konteks ini, perusahaan di Lombok Utara berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, mereka harus mengikuti aturan. Di sisi lain, kenaikan UMK berpotensi menghantam kemampuan mereka untuk tetap beroperasi. Ini bukan hanya soal angka, tapi juga soal strategi bertahan hidup di dunia bisnis.
Harapan dan Tantangan di Tahun Depan
Dengan segala dinamika ini, tahun 2025 akan menjadi ujian besar bagi Lombok Utara. Apakah buruh akan mendapatkan upah yang lebih layak? Ataukah mereka harus menerima kompromi dengan alasan “demi keberlangsungan perusahaan”?
Yang pasti, semua mata kini tertuju pada Dewan Pengupahan. Apakah mereka akan menjadi pahlawan bagi buruh atau justru sosok antagonis dalam cerita perjuangan upah minimum? Kita tunggu saja babak berikutnya dari drama UMK 2025 ini. Satu hal yang pasti, hasil dari pembahasan ini akan menentukan arah kehidupan banyak orang di Lombok Utara.
“Apakah UMK 2025 benar-benar membawa kesejahteraan, atau sekadar angka manis di atas kertas? Waktunya bersiap untuk realita yang akan datang!”