Siapa sangka, proyek besar seperti Jalan Lingkar Utara (Jalinkra) Kabupaten Lombok Utara (KLU), yang diproyeksikan memakan anggaran hingga Rp 700 miliar, justru hanya mampu melangkah sejauh satu kilometer tahun ini? Dengan anggaran APBD perubahan sebesar Rp 4,2 miliar, Bupati KLU Djohan Sjamsu optimis, tetapi juga realistis. “Kita harus cari anggaran tambahan dari pusat. Kalau tidak untuk jalannya, ya minimal jembatannya,” ujarnya dalam pernyataan penuh harap.
Namun, cerita ini tidak semulus jalan yang direncanakan. Bantuan anggaran pusat sebesar Rp 61 miliar yang awalnya dijanjikan, justru dialihkan ke daerah lain. Kabar ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah dan masyarakat yang sudah berharap besar. “Kalau dana itu tidak dibatalkan, mungkin kita bisa menyelesaikan lebih banyak tahun ini,” keluh Djohan Sjamsu.
Proyek ini sebenarnya sangat strategis. Jalan Lingkar Utara sepanjang 10,5 kilometer bukan hanya sekadar akses, tetapi juga simbol kemajuan dan potensi ekonomi bagi KLU. Namun, dengan anggaran yang minim dan harus direncanakan bertahap, proyek ini lebih terlihat seperti “jalan panjang tanpa ujung.”
Janji yang Terasa Jauh
Target pemerintah untuk menyelesaikan satu kilometer jalan hingga akhir bulan ini terdengar seperti oase di padang pasir. Kabid Bina Marga Dinas PUPR-PKP KLU, Sahgiwan, menyebutkan bahwa pekerjaan sudah mencapai 70 persen. “Tinggal diaspal saja,” ujarnya santai. Tapi, seperti kita tahu, aspal juga membutuhkan biaya besar.
Sayangnya, dalam proyek ini, harapan masyarakat seakan dipaksa untuk berkompromi dengan realita pahit anggaran. Jalan yang dijanjikan untuk membuka akses lebih luas, malah terjebak dalam kemacetan birokrasi dan ketergantungan pada dana pusat.
Langkah Maju atau Jalan di Tempat?
Djohan Sjamsu, dengan segala upaya, menyatakan bahwa pembangunan tetap akan berlanjut tahun depan. Namun, melihat pola pendanaan sejauh ini, mungkinkah jalan 10,5 kilometer ini rampung dalam waktu dekat? “Kita tidak bisa hanya mengandalkan APBD. Harus ada solusi yang lebih konkret,” tegasnya.
Pertanyaannya, apakah pemerintah pusat akan kembali memberikan harapan palsu? Atau, apakah Pemda KLU mampu menghadirkan solusi kreatif dalam mengatasi persoalan anggaran?
Publik Bertanya, Siapa yang Bertanggung Jawab?
Berita tentang dialihkannya dana Rp 61 miliar ke daerah lain sudah cukup membuat masyarakat bertanya-tanya: apakah KLU tidak cukup menarik perhatian pusat? Mengingat proyek ini adalah tulang punggung transportasi dan ekonomi lokal, kegagalan mendapatkan anggaran ini menjadi pukulan telak.
Di media sosial, warganet mulai berspekulasi. Beberapa mengkritik lambannya lobi pemerintah daerah, sementara yang lain menyalahkan pusat karena dinilai tidak adil dalam distribusi anggaran. Apapun penyebabnya, yang jelas, pembangunan ini belum mampu memberikan apa yang dijanjikan.
Akhir Tahun, Akhir Harapan?
Dengan target satu kilometer yang dicanangkan selesai akhir bulan ini, proyek Jalinkra tampaknya masih jauh dari kata rampung. Masyarakat Lombok Utara hanya bisa berharap agar tahun depan menjadi lebih cerah untuk proyek ini.
Namun, jika pola pendanaan dan komunikasi dengan pemerintah pusat tidak segera diperbaiki, maka Jalinkra hanya akan menjadi simbol megah di atas kertas, tanpa jejak aspal yang nyata di bumi Lombok Utara.
“Kami butuh jalan, bukan janji!” ujar seorang warga Desa Tanjung, menutup percakapan dengan nada kecewa.
Begitulah kisah Jalan Lingkar Utara. Jalan ini bukan hanya tentang akses, tetapi juga tentang bagaimana harapan masyarakat terjebak dalam labirin birokrasi. Mari kita tunggu apakah tahun depan akan membawa lebih banyak kilometer atau justru lebih banyak alasan.