Tanjungtv.com – Lombok Utara kembali menjadi buah bibir. Gelombang investasi terus menggulung, membawa harapan besar bagi masyarakat setempat. Namun, di balik angka-angka fantastis yang tercatat oleh Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSP-Naker) KLU, pertanyaan mendasar muncul: apakah berkah ini benar-benar akan dirasakan oleh warga desa?
Dalam bulan Desember 2024 saja, DPMPTSP-Naker menerbitkan 144 nomor induk berusaha (NIB), terdiri dari 142 untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan dua untuk penanaman modal asing (PMA). Jika ditarik dari Januari hingga Desember tahun ini, angka tersebut melesat menjadi 4.362 NIB—dengan rincian 4.286 PMDN dan 76 PMA. Salah satu yang menarik perhatian adalah investasi besar di Desa Medana, Kecamatan Tanjung, termasuk proyek ambisius Lombok Lux.
Desa Medana: Antara Harapan dan Tantangan
Kepala Desa Medana, Lalu Didik Indra Cahyadi, tidak menampik bahwa derasnya aliran investasi membawa optimisme. Namun, dia juga sadar bahwa desa harus mengambil langkah konkret untuk “kecipratan berkah.” Salah satu upaya yang sedang dirancang adalah Peraturan Desa (Perdes) untuk memastikan desa mendapatkan pemasukan dari investasi tersebut.
“Kita belum punya perdes, tapi sudah kita rancang. Tinggal komunikasi dengan pemerintah daerah,” ujar Didik dengan penuh keyakinan.
Menurutnya, perdes ini nantinya akan memberikan kewenangan bagi desa untuk menarik retribusi dari sektor-sektor yang potensial, khususnya pariwisata. Tiga destinasi wisata yang sedang diincar untuk dikelola desa adalah Pantai Impos, Pantai Bintang, dan Makam Medana. Namun, langkah ini tidak semudah membalik telapak tangan.
Drama Retribusi Parkir dan Konflik Ahli Waris
Meski ide untuk menarik retribusi dari tempat wisata terdengar menjanjikan, kenyataan di lapangan tidak seindah itu. Salah satu konflik yang muncul adalah pengelolaan Makam Medana. Nasib, penjaga makam sekaligus ahli warisnya, mengungkapkan bahwa pemerintah desa pernah mencoba mengambil alih pengelolaan makam, tetapi gagal total.
“Waktu itu desa yang kelola, tapi tidak maksimal. Retribusi dari parkir malah diambil semua oleh desa,” ungkap Nasib dengan nada kecewa. Akibatnya, ahli waris memutuskan untuk mengambil kembali kendali.
Namun, Nasib tidak sepenuhnya menutup pintu. Dia mengatakan, selama pemerintah desa mampu mengelola dengan baik dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, ahli waris tidak keberatan. “Asal dikelola profesional, tidak masalah,” tegasnya.
Masa Depan Desa: Digitalisasi dan Ekowisata
Meski banyak tantangan, Lalu Didik optimistis dengan masa depan desa. Dia merencanakan penerapan digitalisasi parkir, mirip dengan sistem yang diterapkan di rumah sakit modern. Selain itu, konsep ekowisata juga masuk dalam agenda besar, menjadikan Desa Medana lebih dari sekadar lokasi investasi.
“Kita ingin memanfaatkan potensi ini untuk kesejahteraan desa. Kalau diberi kewenangan, kita pastikan dikelola profesional,” ujarnya penuh semangat.
Investasi: Berkah atau Bencana?
Lonjakan investasi di Lombok Utara memang menggoda. Namun, tanpa regulasi yang jelas dan manajemen yang profesional, peluang ini bisa berubah menjadi bumerang. Desa Medana menjadi contoh kecil bagaimana harapan besar bisa terkikis oleh kurangnya strategi dan komunikasi yang matang.
Pertanyaannya kini adalah: apakah pemerintah daerah siap mendukung desa-desa seperti Medana untuk mengelola investasi ini? Atau, apakah semua ini hanya akan menjadi “fatamorgana ekonomi” bagi masyarakat kecil?
Satu hal yang pasti, masyarakat Lombok Utara tidak ingin hanya menjadi penonton di tanah mereka sendiri. Mereka menunggu aksi nyata, bukan sekadar janji manis di atas kertas.