Tanjungtv.com – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) tengah bersiap mengambil langkah hukum serius terkait dugaan wanprestasi yang dilakukan oleh PT Lombok Plaza. Hal ini berhubungan dengan kontrak kerja sama pengelolaan aset Pemprov NTB, khususnya pembangunan NTB Convention Center (NCC). Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB yang kini tengah mengusut dugaan korupsi dalam proyek ini, mendapat dukungan penuh dari Pemprov NTB dalam mengungkap kebenaran.
Kepala Biro Hukum Setda NTB, H Lalu Rudy Gunawan, menegaskan bahwa Pemprov tidak akan tinggal diam. “Karena kasus ini sudah ditangani oleh Kejati, kami tidak boleh ikut campur dalam proses penyidikan. Kami justru mendukung penuh apa pun yang dilakukan oleh Kejati untuk mengusut tuntas dugaan korupsi ini,” ujar Rudy.
Namun, permasalahan yang timbul dari kerja sama ini tak hanya melibatkan pidana korupsi, tetapi juga persoalan perdata. PT Lombok Plaza hingga kini belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan uang kontribusi tahunan kepada Pemprov NTB, meskipun kontrak kerja sama telah ditandatangani sejak 19 Oktober 2016.
“Sejak kontrak ditandatangani pada 19 Oktober 2016, PT Lombok Plaza belum menyerahkan uang kontribusi yang menjadi kewajiban mereka. Padahal, sesuai klausul kontrak, mereka harus menyetorkan uang kontribusi per tahun, namun hingga saat ini tidak ada pembayaran sama sekali,” ungkap Rudy. Ia menyebutkan bahwa total utang kontribusi yang harus dibayarkan PT Lombok Plaza kepada Pemprov NTB sudah mencapai hampir Rp 7 miliar.
Lebih lanjut, Rudy menjelaskan bahwa PT Lombok Plaza hingga kini juga belum memulai pembangunan gedung NTB Convention Center (NCC) yang menjadi inti dari kontrak tersebut. Kendati demikian, kewajiban pembayaran kontribusi tetap berjalan sesuai kontrak.
“Memang belum ada pembangunan, tapi kewajiban membayar kontribusi tetap harus dilaksanakan. Totalnya sudah mencapai hampir Rp 7 miliar, dan ini yang akan kami tagih,” jelasnya.
Dalam menyikapi wanprestasi ini, Pemprov NTB telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah melayangkan somasi sebanyak tiga kali kepada PT Lombok Plaza. Namun, dua kali somasi pertama tidak mendapatkan tanggapan sama sekali.
“Somasi pertama dan kedua tidak direspons. Pada somasi ketiga, barulah kami mendapatkan jawaban dari mereka yang beralasan pandemi Covid-19 sebagai hambatan pembangunan. Tapi Covid-19 baru terjadi di tahun 2020, sedangkan kontrak ini sudah ada sejak 2016. Lalu, apa yang mereka lakukan sebelum pandemi?” kritik Rudy dengan nada tegas.
Pemprov NTB juga beberapa kali mengadakan pertemuan dengan pihak PT Lombok Plaza, di mana perusahaan meminta adendum atau perubahan kontrak. Namun, Rudy menegaskan bahwa adendum hanya mungkin dipertimbangkan setelah perusahaan melunasi kewajiban kontribusi yang tertunggak.
“Lunasi dulu kewajiban, baru kita bicara soal adendum. Tidak bisa kita langsung memberikan kelonggaran padahal mereka belum melaksanakan kewajiban dasar dalam kontrak,” tambahnya.
Langkah hukum berikutnya yang tengah dipertimbangkan Pemprov NTB adalah melayangkan gugatan wanprestasi ke pengadilan. Pemprov juga berencana menarik uang jaminan pelaksanaan sebesar Rp 21 miliar yang tercantum dalam kontrak kerja sama.
“Sesuai kontrak, ada jaminan pelaksanaan sebesar Rp 21 miliar. Jika PT Lombok Plaza tidak melaksanakan kewajiban mereka, kami bisa menarik uang jaminan tersebut,” tegas Rudy.
Namun, sebelum melayangkan gugatan ke pengadilan, Pemprov NTB akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kejati NTB, mengingat kasus ini juga sedang diusut secara pidana oleh kejaksaan.
“Kami akan berkoordinasi dengan Kejati terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan wanprestasi. Tindakan kami tidak boleh bertentangan dengan penyelidikan yang sedang dilakukan oleh mereka,” tutup Rudy.
Sementara itu, Kejati NTB terus melakukan penyelidikan dengan memeriksa beberapa pejabat penting terkait proyek ini, termasuk Kepala Bappeda NTB H Iswandi, mantan Sekda NTB M Nur, dan mantan Kepala Dinas PUPR NTB Dwi Sugiyanto. Penyidikan ini diharapkan dapat mengungkap lebih jauh dugaan korupsi dalam pengelolaan aset Pemprov NTB.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut pembangunan infrastruktur besar yang seharusnya membawa dampak positif bagi perkembangan ekonomi di NTB. Namun, hingga kini, proyek NTB Convention Center belum menunjukkan progres yang berarti, sementara kewajiban perusahaan kepada pemerintah daerah terus menumpuk. Pemprov NTB bersiap menghadapi persidangan, dengan harapan keadilan segera ditegakkan.