Tanjungtv.com – Mantan Bendahara Sekretariat DPRD Lombok Timur (Lotim), Zulfaedy, resmi divonis tiga tahun penjara atas kasus tindak pidana korupsi terkait penyelewengan pajak reses anggota DPRD Lotim tahun 2019-2020 senilai Rp 343 juta. Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Lotim, mempertahankan vonis yang sudah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Mataram.
Keputusan ini disampaikan oleh Humas Pengadilan Negeri Mataram, Kelik Trimargo, pada Selasa (25/9). “Permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum ditolak oleh Mahkamah Agung, sehingga putusan banding tetap berlaku,” ungkapnya. Putusan kasasi ini dipimpin oleh Hakim Ketua Dwiarso Budi Santiarto dengan Hakim Anggota Arison Megajaya dan Noor Edi Yono.
Dengan keputusan ini, vonis tiga tahun yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram tetap berlaku. Putusan tersebut juga telah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi NTB, dengan hakim banding yang diketuai Cening Budiana, serta hakim anggota I Wayan Wirjana dan Diah Susilowati.
Kasasi Jaksa Ditolak, Putusan Banding Diperkuat
Penolakan kasasi oleh MA berarti putusan banding Nomor 5/PID.TPK/2024/PT MTR menjadi acuan. “Pengadilan Tinggi NTB memperkuat putusan Pengadilan Tipikor Mataram dengan nomor perkara 29/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Mtr yang memvonis Zulfaedy dengan hukuman tiga tahun penjara,” jelas Kelik.
Putusan ini juga memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan, dengan masa penahanan yang telah dijalani akan dikurangkan dari total pidana yang dijatuhkan. Jaksa sebelumnya mengajukan kasasi karena menilai hukuman tiga tahun penjara tidak mencerminkan rasa keadilan atas kerugian negara yang signifikan.
Zulfaedy terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyelewengkan pajak reses anggota DPRD Lotim selama dua tahun, yakni pada 2019 dan 2020. Jumlah pajak yang tidak disetorkan mencapai Rp 343 juta, dengan rincian Rp 184 juta pada 2019 dan Rp 159 juta pada 2020. Uang tersebut, menurut jaksa, digunakan Zulfaedy untuk kepentingan pribadi.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Mataram, hakim menyatakan bahwa perbuatan Zulfaedy melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Selain hukuman penjara, Zulfaedy juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta dengan subsider tiga bulan kurungan. Hakim juga memerintahkan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 343 juta, dengan ketentuan jika tidak dibayar, maka terdakwa harus menjalani pidana tambahan selama dua tahun.
Jaksa sebelumnya menuntut hukuman yang lebih berat, yakni 5,5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 343 juta dengan subsider empat tahun kurungan. Namun, putusan hakim hanya menjatuhkan vonis tiga tahun penjara, yang kemudian dipertahankan dalam putusan banding dan kasasi.
Dalam dakwaan jaksa, disebutkan bahwa uang pajak yang seharusnya disetorkan ke negara, malah digunakan oleh Zulfaedy untuk kepentingan pribadi. Hasil audit Inspektorat Lotim juga mendukung dakwaan tersebut, yang menyebutkan bahwa tidak ada indikasi uang tersebut digunakan untuk kepentingan dinas.
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan terkait ketidakberesan dalam pelaporan pajak reses DPRD Lotim, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Negeri Lotim. Kasus ini mencoreng nama institusi DPRD Lotim dan menambah daftar panjang kasus korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintahan daerah.
Kasus Zulfaedy menjadi salah satu bukti bahwa penyelewengan dana di tingkat daerah masih marak terjadi, terutama terkait pengelolaan pajak dan dana reses anggota dewan. Kejaksaan Negeri Lotim berkomitmen untuk terus memproses kasus-kasus serupa dan menuntut keadilan bagi negara yang dirugikan oleh tindakan korupsi.
Dengan ditolaknya kasasi oleh Mahkamah Agung, Zulfaedy harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan menjalani hukuman tiga tahun penjara. Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran bagi pejabat lainnya agar lebih berhati-hati dalam mengelola dana publik dan taat terhadap hukum yang berlaku.