Tanjungtv.com – Dalam sebuah terusan di grup wa KLU BICARA Dengan tagar#Ambil_Peran, Nurdin Ranggabarani secara terbuka menyampaikan serangkaian catatan janji-janji yang belum terwujud di hadapan Dr. H. Lalu Muhammad Iqbal, salah satu calon Gubernur NTB periode 2024-2029. Acara yang berlangsung malam itu menjadi sorotan publik karena Nurdin, tokoh politik NTB yang dikenal kritis, membeberkan sederet janji yang belum terealisasi selama lima tahun terakhir.
Dalam pidatonya yang tegas, Nurdin secara terang-terangan menolak janji-janji besar yang menurutnya tidak realistis dan hanya memberikan harapan kosong bagi masyarakat NTB. “Tidak perlu menjanjikan kami pembangunan Jembatan Lombok-Sumbawa oleh PT. Nabil Surya Perdana atau rel Kereta Api Cepat Trans Pulau Sumbawa,” ungkapnya. Baginya, yang masyarakat butuhkan adalah perbaikan infrastruktur dasar seperti jalan raya nasional dan provinsi yang rusak, agar mereka bisa menikmati akses transportasi yang layak.
Tidak hanya itu, Nurdin juga mengkritik proyek-proyek ambisius seperti pembangunan kilang minyak di Teluk Saleh oleh PT. Palembang GMA Refenery Consortium yang hingga kini masih sebatas wacana. Menurutnya, hal yang lebih penting adalah menjaga ketersediaan dan stabilitas harga gas LPG serta BBM subsidi. “Itu sudah lebih dari cukup,” tegasnya, menyinggung kebutuhan dasar masyarakat yang lebih mendesak daripada proyek megah yang belum tentu terealisasi.
Ia juga mengingatkan tentang janji-janji lain yang tidak pernah terwujud, seperti konektivitas laut dari Labuan Badas ke Surabaya yang nyatanya hanya berjalan sekali dengan KMP Swarna Bahtera. Begitu juga dengan janji beasiswa yang awalnya disebut tidak akan menggunakan APBD, namun pada kenyataannya sepenuhnya bergantung pada dana tersebut.
Kritik tajam lainnya disampaikan terkait produksi massal motor listrik yang justru hanya menguntungkan segelintir pihak. Selain itu, ia menyentil janji-janji untuk menyediakan air bersih bagi masyarakat di pulau-pulau kecil, yang ternyata masih berujung pada masyarakat yang terpaksa meminum air asin. Menurutnya, janji-janji semacam itu hanya memanfaatkan situasi masyarakat tanpa memberikan solusi nyata.
Nurdin juga tidak segan menuding janji pembangunan Perguruan Tinggi Negeri di Kabupaten Sumbawa sebagai trik kotor untuk menguras dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari BUMN dan BUMD tanpa ada hasil yang jelas. “Janji-janji ini sudah terlalu sering kami dengar, tapi realisasinya nol,” sindirnya.
Kritikan yang paling mencolok adalah mengenai pengadaan lahan untuk gelaran MXGP, yang menurut Nurdin, dipaksakan dengan utang tanpa manfaat nyata bagi masyarakat. Ia juga menyinggung janji NTB sebagai pusat budidaya lobster nasional yang hanya menjadi omong kosong setelah disepakati dengan Menteri Perikanan di atas kapal.
Selain itu, Nurdin mengecam janji investasi besar-besaran dari Salim Group di bidang perikanan, pertanian, dan peternakan yang ternyata tidak pernah terwujud. Ia menambahkan bahwa janji membangun industri peternakan sapi skala besar bersama New Zealand dan Australia serta program 1000 desa sapi hanyalah angan-angan kosong.
Salah satu janji lain yang dianggap sebagai janji palsu adalah pembangunan pembangkit listrik biomasa berkapasitas 20 MW dan 25 MW yang sempat direncanakan bekerja sama dengan Denmark. Hingga saat ini, proyek tersebut hanya berakhir pada fase rencana, tanpa ada kelanjutan. Selain itu, Labangka Food Estate Complex yang dijanjikan untuk menjadi pusat produksi pangan juga terbukti tidak lebih dari ilusi semata.
Nurdin juga mengkritik janji pengoperasian Bandara Lunyuk yang rencananya akan dihidupkan kembali dengan menggandeng perusahaan penerbangan Pegassus. Namun, hingga saat ini, tidak ada langkah konkret yang dilakukan.
Dalam penutupnya, Nurdin tidak lupa menyinggung janji-janji tentang umroh gratis bagi berbagai kalangan, mulai dari tokoh masyarakat hingga pasukan kuning. Menurutnya, janji ini hanya mempermainkan harapan masyarakat yang sudah menunggu bertahun-tahun tanpa kepastian.
Selain itu, ia juga mengingatkan agar para calon gubernur berhati-hati dengan janji untuk tidak membangun dinasti politik, yang sering kali justru berakhir sebaliknya. Nurdin juga menyinggung soal janji untuk hanya menjadi gubernur satu periode, yang menurutnya bisa dengan mudah dilanggar oleh “syahwat politik” yang tiba-tiba muncul setelah merasakan kekuasaan.