Tanjungtv.com – Penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan aset milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) di Gili Trawangan terus berlanjut. Kejaksaan Tinggi NTB (Kejati NTB) telah memanggil Kepala UPTD Gili Tramena, Mawardi Khairi, untuk memberikan keterangan terkait kasus tersebut. Namun, pada pemanggilan sebelumnya, Mawardi tidak membawa dokumen yang dibutuhkan penyidik sehingga keterangannya dijadwalkan kembali pada Rabu (2/10/2024).
“Yang bersangkutan tidak membawa dokumen, sehingga dijadwalkan kembali permintaan keterangannya pada Rabu (2/10/2024) mendatang,” kata Efrien, salah satu penyidik di Kejati NTB, saat ditemui awak media di Mataram.
Terkait dengan pemeriksaannya, Mawardi Khairi membenarkan bahwa dirinya memang dipanggil untuk memberikan keterangan terkait tugas dan fungsinya sebagai Kepala UPTD Gili Tramena. “Benar, saya hadir untuk koordinasi selaku Kepala UPTD Gili Tramena,” ujarnya kepada Radar Lombok melalui pesan WhatsApp.
Lebih lanjut, Mawardi memastikan bahwa ia akan memenuhi panggilan penyidik pada Rabu mendatang dengan membawa dokumen-dokumen yang diminta. “Detail dokumen besok Rabu (2/10), akan kami bawakan,” tegasnya.
Kasus ini mencuat setelah Pemprov NTB memutus kontrak dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) pada tahun 2021. Pemutusan kontrak ini memicu pengusutan dugaan tindak pidana korupsi yang berlangsung dalam rentang waktu 2021 hingga 2023. Salah satu fokus utama penyelidikan adalah penyalahgunaan aset berupa lahan yang dimiliki Pemprov NTB di Gili Trawangan.
Dari hasil penyelidikan sementara, terindikasi bahwa sejumlah pengusaha telah mendirikan bangunan di atas lahan milik Pemprov NTB tanpa izin yang sah. Modus yang digunakan melibatkan oknum-oknum yang menjual atau menyewakan lahan tersebut secara ilegal, yang diduga menyebabkan kerugian negara. Uang yang didapat dari praktik sewa atau jual beli lahan tersebut tidak masuk ke kas daerah, melainkan ke kantong pribadi.
Tindakan semacam ini, selain merugikan keuangan negara, juga merusak tata kelola aset milik daerah yang seharusnya dikelola untuk kepentingan publik. “Ini menjadi perhatian serius kami karena berpotensi besar merugikan daerah dan masyarakat,” ujar seorang sumber di Kejati NTB yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pemutusan kontrak antara Pemprov NTB dengan PT GTI pada 2021 memang telah membuka jalan bagi pengusutan lebih lanjut terhadap aset-aset di kawasan Gili Trawangan. Sebelumnya, PT GTI mendapat kepercayaan untuk mengelola lahan di kawasan strategis tersebut, namun seiring berjalannya waktu, muncul dugaan adanya penyalahgunaan wewenang yang melibatkan pihak ketiga.
Dengan keterangan yang akan diberikan Mawardi Khairi dan dokumen-dokumen yang dibawanya, diharapkan proses penyelidikan ini akan menemukan titik terang. “Kami akan terus bekerja sama dengan Kejati NTB dan pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa kasus ini diselesaikan secara tuntas,” tambahnya.
Kejati NTB juga terus memantau perkembangan kasus ini, termasuk menyiapkan sejumlah langkah hukum yang akan ditempuh bila ditemukan indikasi pelanggaran pidana lebih lanjut. Semua pihak yang terlibat diharapkan dapat bersikap kooperatif dalam proses hukum ini.
Dugaan korupsi pengelolaan aset di Gili Trawangan bukanlah kasus kecil. Dengan potensi kerugian negara yang cukup besar, masyarakat NTB berharap agar kasus ini segera diusut hingga tuntas, dan mereka yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.