Tanjungtv.com – Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Barat (Pilkada NTB) 2024 mencatatkan sejarah baru. Pasangan calon Iqbal-Dinda dipastikan menang telak, meninggalkan pesaing mereka jauh di belakang. Berdasarkan hasil hitung cepat, selisih suara yang mencapai 10 persen lebih menjadi penghalang utama bagi dua pasangan pesaing, Rohmi-Firin dan Zul-Uhel, untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini menegaskan bahwa tidak semua pasangan calon yang kalah dapat menggugat hasil Pilkada ke MK, sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Pilkada.
Menurut Guru Besar Universitas Mataram, Prof. Dr. Kurniawan, hanya pasangan calon dengan selisih suara tipis yang berada dalam batas toleransi 2 persen hingga 0,5 persen, tergantung jumlah penduduk, yang dapat membawa sengketa ke MK. “Untuk provinsi seperti NTB dengan jumlah penduduk sekitar 4 juta, maksimal selisih suara yang diizinkan adalah 1,5 persen. Dengan jarak 10 persen lebih, gugatan jelas tidak memenuhi syarat,” tegas Kurniawan.
Hasil Pilkada yang Tak Terbantahkan
Proses rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih berlangsung, tetapi hasil hitung cepat telah memberikan gambaran jelas. Pasangan Iqbal-Dinda unggul jauh dibanding dua rivalnya. Fakta ini bahkan diakui oleh para tokoh politik, termasuk Ketua DPW PPP NTB, H. Muzihir, yang menyatakan bahwa tidak ada peluang bagi paslon Rohmi-Firin dan Zul-Uhel untuk menggugat hasil Pilkada. “Baik Bu Rohmi maupun Pak Zul sudah menunjukkan sikap sportif dengan mengakui kemenangan Iqbal-Dinda,” ujarnya.
Sikap Legawa dari Pesaing
Sambirang Ahmadi, Ketua Pemenangan Zul-Uhel, turut mengonfirmasi sikap lapang dada dari pihaknya. Dalam pernyataannya, Sambirang mengucapkan selamat kepada pasangan Iqbal-Dinda seraya menyebut hasil hitung cepat sebagai cerminan keputusan mayoritas masyarakat NTB. “Kami menghormati pilihan rakyat. Selisih suara yang signifikan ini sulit untuk dibantah, bahkan oleh hasil rekapitulasi resmi KPU,” katanya.
UU Pilkada Membatasi Gugatan
Dalam penjelasannya, Prof. Kurniawan merinci aturan terkait selisih suara yang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016. Untuk provinsi dengan populasi 2 juta hingga 6 juta, seperti NTB, maksimal selisih suara yang dapat digugat ke MK adalah 1,5 persen. Ketentuan ini dirancang untuk mencegah gugatan yang tidak berdasar dan menjaga efektivitas proses hukum di MK.
Iqbal-Dinda, Pemimpin Pilihan Rakyat
Kemenangan Iqbal-Dinda menjadi bukti nyata dari dukungan masyarakat NTB terhadap visi dan misi yang mereka tawarkan. Dengan perolehan suara yang mendominasi, pasangan ini dianggap sebagai simbol harapan baru bagi pembangunan NTB ke depan. Para pengamat politik menilai, tingginya selisih suara menunjukkan bahwa masyarakat NTB telah menetapkan pilihan dengan keyakinan penuh.
Epilog: Pilkada yang Damai dan Demokratis
Pilkada NTB 2024 menjadi contoh nyata pelaksanaan demokrasi yang damai dan penuh sportivitas. Dengan selisih suara yang signifikan dan pengakuan dari pihak pesaing, sengketa hasil pilkada dapat dihindari. Semua mata kini tertuju pada pasangan Iqbal-Dinda yang akan membawa NTB menuju masa depan yang lebih baik.
Keberhasilan Pilkada NTB ini menjadi bukti bahwa demokrasi Indonesia terus berkembang menuju arah yang lebih matang. Tidak hanya mencetak pemimpin baru, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan toleransi dalam keberagaman politik.