Tanjungtv.com – Budidaya maggot yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram terus mengalami perkembangan pesat. Selain sebagai solusi pengelolaan sampah, maggot juga mulai dijajaki sebagai alternatif pakan ikan. Namun, tantangan dalam penerimaan oleh berbagai jenis ikan air tawar menjadi pekerjaan rumah besar bagi DLH.
Kepala Bidang Persampahan DLH Kota Mataram, Vidi Partisan Yuris Gamanjaya, mengungkapkan bahwa meskipun beberapa jenis ikan seperti gurami dan lele sangat menyukai maggot hidup, tidak semua jenis ikan memberikan respons yang sama. Ikan nila, misalnya, diketahui tidak menyukai maggot dalam bentuk hidup. “Maggot ini seperti cacing, jadi ada ikan yang pilih-pilih dalam hal makanan. Kalau lele dan gurami senang sekali makan maggot, tetapi nila tidak suka,” ujarnya, Minggu (13/10).
Untuk mengatasi hal ini, DLH Kota Mataram tengah berupaya menemukan formula pakan yang lebih variatif. Salah satu strategi yang disarankan adalah mencampur maggot dengan bahan lain, seperti keong sawah. “Maggot yang kita olah masih murni, namun ada masukan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) agar maggot dicampur dengan keong sawah, sehingga bisa lebih diterima oleh berbagai jenis ikan,” jelas Vidi.
DLH menyadari bahwa campuran pakan yang tepat bisa menjadi kunci keberhasilan dalam mengembangkan maggot sebagai sumber pakan ikan yang lebih luas. Maggot, yang dikenal memiliki kandungan protein tinggi, berpotensi menjadi solusi bagi peternak ikan air tawar yang menghadapi tingginya harga pakan komersial. Namun, untuk memastikan penerimaan yang lebih luas dari berbagai jenis ikan, pengembangan campuran yang tepat masih perlu dilakukan.
Selain tantangan dari sisi preferensi ikan, DLH juga menghadapi kendala dari sisi produksi dan pengolahan maggot. Saat ini, produksi maggot di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sandubaya mencapai 280 kilogram per hari. Namun, belum semua maggot yang dihasilkan dapat digunakan langsung sebagai pakan, terutama karena beberapa jenis ikan tidak menyukai maggot dalam kondisi hidup. “Kita masih mencoba berbagai metode pengolahan, termasuk mengeringkan maggot untuk skala ekspor. Tapi kalau untuk pakan lokal, kita masih harus terus berinovasi,” tambah Vidi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Mataram, H. Irwan Harimansyah, juga menyoroti tantangan ini. Menurutnya, pakan alternatif seperti maggot perlu pengolahan lebih lanjut agar bisa diterima oleh lebih banyak jenis ikan. “Untuk ikan yang tidak suka maggot hidup, kita bisa coba formula campuran dengan bahan lokal seperti keong sawah, yang juga banyak tersedia,” katanya.
Dengan waktu yang tersisa pada tahun 2024, DLH Mataram masih optimis target penjualan maggot sebesar Rp 50 juta bisa tercapai. Namun, keberhasilan ini sangat bergantung pada bagaimana DLH dan DKP Kota Mataram mampu mengatasi tantangan dalam formulasi pakan yang tepat. “Kami percaya, dengan inovasi yang tepat, maggot bisa menjadi pakan ikan yang murah dan berkualitas tinggi bagi para peternak,” pungkas Vidi.
Budidaya maggot di Kota Mataram tidak hanya bermanfaat sebagai solusi pengelolaan sampah organik, tetapi juga membuka peluang baru dalam sektor perikanan. Jika DLH berhasil menemukan formula yang tepat, maggot bisa menjadi solusi berkelanjutan yang menjawab masalah tingginya biaya pakan ikan serta membantu peternak meningkatkan produktivitas mereka.