Tanjungtv.com – Masyarakat dari tujuh desa di Lombok Timur akan kembali turun ke jalan dalam aksi demonstrasi jilid II untuk menuntut keadilan atas dampak pembuangan limbah galian C yang merusak lingkungan. Aksi tersebut dijadwalkan berlangsung di Kantor Bupati Lombok Timur, dengan massa yang lebih besar dari aksi sebelumnya. Masyarakat menuntut pemerintah segera memberikan kepastian hukum terkait penanganan tambang galian C yang terus membuang limbah ke sungai secara sembarangan.
“Kami datang dengan massa yang lebih besar kali ini. Meskipun tambang sudah ditutup sementara, kami ingin kepastian hukum dan solusi permanen,” ujar Saparwadi, warga Desa Korleko, yang menjadi salah satu penggerak aksi. Pernyataannya mencerminkan keinginan kuat masyarakat untuk mengakhiri pencemaran lingkungan yang mereka alami selama bertahun-tahun.
Tambang-tambang galian C di sepanjang Kali Rumpang, meskipun sudah ditutup beberapa pekan terakhir, masih meninggalkan kekhawatiran di kalangan warga. Menurut Saparwadi, penutupan sementara tersebut hanyalah langkah untuk menenangkan masyarakat yang sudah marah, namun mereka percaya bahwa aktivitas tambang akan kembali dilanjutkan setelah situasi mereda.
“Masyarakat sudah sering dipermainkan. Hari ini air sungainya jernih, besok sudah keruh lagi. Kami tidak ingin situasi ini berulang,” tambahnya dengan nada penuh kekecewaan. Masyarakat meminta agar tambang-tambang ilegal ditutup secara permanen, dan tambang yang berizin dievaluasi kembali, karena banyak yang tidak mengikuti prosedur operasi standar (SOP) yang ditetapkan.
Desakan juga ditujukan kepada DPRD dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur untuk bertindak lebih tegas dalam menyikapi situasi yang sudah dianggap darurat. “Kami sudah 12 tahun berjuang, melakukan berbagai aksi dan hearing, namun sampai sekarang tuntutan kami tidak diindahkan. Ini sudah terlalu lama dibiarkan,” tegas Saparwadi.
Dampak tambang galian C tidak bisa diabaikan, dengan air sungai yang tercemar menjadi salah satu masalah utama bagi masyarakat di daerah terdampak. Saparwadi mengakui bahwa ada dampak positif berupa lapangan pekerjaan bagi warga setempat, namun hal itu tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang timbul. “Benar ada warga yang bekerja di tambang, tapi dampak negatifnya jauh lebih besar. Kami ingin tindakan nyata, bukan janji-janji kosong,” jelasnya.
Aksi demonstrasi kali ini akan melibatkan tujuh desa yang tersebar di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Wanasaba, Aikmel, dan Labuhan Haji. Masyarakat berharap, dengan massa yang lebih banyak, pemerintah daerah dan pusat akan mendengar suara mereka dan segera mengambil tindakan tegas.
Pada pertemuan sebelumnya, Pj Bupati Lombok Timur, H.M. Juaini Taofik, menyatakan bahwa kewenangan izin dan pengawasan tambang galian C berada di tangan pemerintah pusat dan provinsi. Meski begitu, ia menegaskan bahwa Pemkab siap menegur pihak yang melakukan pelanggaran.
“Galian C merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi Lombok Timur, namun kami akan berusaha mencari keseimbangan agar tidak ada yang dirugikan. Masyarakat yang bekerja di tambang juga harus diperhatikan, namun tambang harus berjalan sesuai aturan,” kata Juaini, berjanji untuk mencari solusi terbaik.
Dengan tekanan dari masyarakat yang semakin meningkat, situasi ini menempatkan Pemkab Lombok Timur dalam posisi sulit. Mereka harus menyeimbangkan kebutuhan ekonomi daerah dari tambang galian C dengan tuntutan warga yang semakin vokal mengenai dampak lingkungan yang merusak kehidupan mereka.
Apakah pemerintah akan bertindak tegas dan menghentikan aktivitas galian C secara permanen, atau justru kembali terjebak dalam permainan kepentingan ekonomi? Masyarakat masih menunggu jawaban yang pasti, sementara aksi demonstrasi jilid II sudah di depan mata.