Pahlawan Devisa atau Korban Ilusi? Peringatan Hari Migran di KLU Mengungkap Fakta Mengejutkan!

banner 120x600
banner 468x60


Tanjungtv.com – Peringatan Hari Migran Internasional atau Migrant Day yang digelar Perkumpulan Panca Karsa pada Rabu (18/12) menyulut diskusi panas tentang nasib pekerja migran Indonesia, khususnya di Kabupaten Lombok Utara (KLU). Bupati KLU, Djohan Sjamsu, menyerukan peringatan keras agar masyarakat tidak tergoda menjadi pekerja migran ilegal.

“Kerja di luar negeri itu baik, tapi jalannya harus resmi. Jangan sampai nekat lewat jalur gelap. Kalau bermasalah, siapa yang mau bantu?” tegas Djohan dalam pidatonya yang menggugah perhatian banyak pihak.

banner 325x300

Namun, fakta mencengangkan muncul ketika Direktur Perkumpulan Panca Karsa, Aprilina Utariyani, membeberkan bahwa KLU ternyata menjadi salah satu daerah penyumbang kasus Trafficking in Persons (TPPO) tertinggi di NTB. Dalam lima tahun terakhir, 271 kasus TPPO dilaporkan, dengan 28 di antaranya berasal dari KLU.

PMI: Pahlawan Devisa atau Korban Sistem?
Aprilina menyebut pekerja migran nonprosedural (ilegal) sebagai kelompok paling rentan terhadap eksploitasi. “Bukan hanya soal kerja yang tidak sesuai janji, tapi juga terjebak dalam sindikat perdagangan manusia,” ungkapnya.

Dalam catatan Polda NTB, korban laki-laki mendominasi angka TPPO dengan 196 kasus, sementara perempuan mencatatkan 74 kasus. Di balik statistik itu, ada wajah-wajah sedih, janji-janji manis yang berubah jadi mimpi buruk, dan keluarga yang terluka karena kehilangan anggota keluarga tanpa kepastian.

Jalur Gelap: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?
Djohan menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat untuk memilih jalur resmi. “Kalau melalui prosedur resmi, bukan hanya pekerja yang tenang, keluarganya juga tidak was-was,” ujar Djohan. Tapi, apakah cukup hanya menasihati masyarakat?

Aprilina mendesak pemerintah untuk lebih aktif dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran. Salah satu solusi konkret adalah pengesahan Raperda Perlindungan Pekerja Migran yang sudah terlalu lama tertunda. “Jangan sampai kasus terus bertambah sementara regulasi jalan di tempat,” katanya.

Sindikat TPPO: Hantu di Balik Jalur Gelap
Realitas yang lebih kelam terungkap ketika Aprilina membahas sindikat kejahatan perdagangan orang. Banyak pekerja migran yang tertipu dengan janji pekerjaan yang menggiurkan. Faktanya, mereka justru dijadikan korban eksploitasi, bahkan perdagangan manusia.

“Kami telah mendirikan Jaringan Pemerhati PMI di KLU untuk membantu memantau dan mencegah TPPO. Namun, upaya ini harus didukung penuh oleh pemerintah daerah dan DPRD,” tegasnya.

Pekerja Migran, Harapan atau Kehancuran?
Hari Migran Internasional tahun ini seharusnya menjadi momentum untuk refleksi mendalam. Aprilina menyebut bahwa pekerja migran adalah pahlawan devisa, tapi tanpa perlindungan yang memadai, mereka justru bisa menjadi korban sistem yang tidak berpihak.

“Pemda harus lebih serius. Bentuk sistem informasi terpadu dan libatkan pemerhati PMI dalam setiap kebijakan,” desaknya. Ia juga meminta agar kepala daerah berikutnya memasukkan isu PMI sebagai prioritas dalam rencana strategis.

Refleksi untuk KLU: Jangan Lagi Ada Korban
Peringatan Hari Migran Internasional di KLU ini menjadi alarm bahwa persoalan pekerja migran masih jauh dari selesai. Dibutuhkan langkah konkret, regulasi yang jelas, dan pengawasan ketat untuk melindungi mereka yang mencoba meraih mimpi di negeri orang.

Pesan terakhir Aprilina menggema di ruang pertemuan: “Jika pemerintah tidak segera bertindak, bukan hanya mereka yang bekerja di luar negeri yang akan menjadi korban, tapi kita semua sebagai masyarakat yang membiarkan ini terjadi.”

Jadi, pahlawan devisa atau korban ilusi? Pilihan ada di tangan kita semua.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *