Tanjungtv.com – Ketegangan politik di Kabupaten Lombok Utara kembali memanas ketika Darmansyah, anggota tim pendukung Najmul Kus, berdebat sengit dengan Ada Malik, yang dikenal sebagai pendukung setia MJA. Diskusi tersebut berlangsung dalam forum terbuka di grup wa “KLU BICARA” terkait alokasi dana bantuan dusun sebesar Rp 100 juta hingga Rp 300 juta. Pernyataan tegas Darmansyah memicu gelombang perbincangan di kalangan masyarakat dan pemangku kepentingan.
“Kalau bentuk program sudah jelas sejak terbentuknya kabupaten. Masyarakat, baik di tingkat dusun maupun desa, telah menerima berbagai program aspirasi dewan dan pemerintah. Program ini mencakup infrastruktur, pemberdayaan, sosial, budaya, agama, dan sebagainya. Jika di batas hanya Rp 300 juta per dusun, maka sungguh tidak akan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat,” tegas Darmansyah.
Ia menyoroti betapa pentingnya alokasi dana yang memadai untuk memastikan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Menurutnya, pembatasan alokasi hanya hingga Rp 300 juta berisiko besar mengekang pertumbuhan dan menghambat program-program vital yang selama ini dinikmati oleh masyarakat. “Apakah dengan program Rp 300 juta bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, baik di bidang infrastruktur, sosial, budaya, dan sebagainya?” tantangnya.
Sebagai latar belakang, kebijakan pembatasan bantuan dusun yang diusulkan bertujuan untuk efisiensi anggaran dan pemerataan distribusi dana di seluruh wilayah kabupaten. Namun, Darmansyah berpendapat bahwa langkah ini justru menjadi langkah mundur yang dapat berakibat buruk bagi pembangunan daerah.
“Jika 300 juta menjadi batasan, maka ini sama saja dengan membuat kemunduran suatu daerah. Program ini tidak bisa diikuti dan tidak bisa diterapkan, karena pada akhirnya akan menyengsarakan masyarakat,” lanjutnya dengan nada penuh keyakinan. Ia menekankan bahwa kebutuhan masyarakat yang beragam, mulai dari pembangunan infrastruktur jalan, fasilitas umum, hingga kegiatan sosial dan budaya, memerlukan dana yang jauh lebih besar.
Di sisi lain, Ada Malik menanggapi dengan argumentasi bahwa pembatasan ini adalah langkah realistis untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran. “Kita harus melihat realita anggaran yang kita miliki dan memastikan agar semua dusun mendapatkan porsi yang adil. Rp 300 juta adalah angka yang bisa diatur jika dikelola dengan baik dan tepat sasaran,” ujar Ada Malik.
Pernyataan ini segera dibantah oleh Darmansyah yang menyebut bahwa pendekatan seperti itu hanya akan mengekang inisiatif pembangunan dan membuat proyek-proyek penting terhambat. Ia menggarisbawahi bahwa pertumbuhan Kabupaten Lombok Utara selama ini didorong oleh alokasi dana yang fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
“Tidak hanya infrastruktur, tetapi juga program-program sosial dan budaya yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat akan terancam. Apalagi, jika kita berbicara tentang dusun-dusun yang memiliki kebutuhan berbeda-beda. Angka Rp 300 juta tidak akan cukup untuk memenuhi itu semua,” paparnya.
Perdebatan antara Darmansyah dan Ada Malik kini menjadi sorotan publik, dengan masyarakat terbagi dalam mendukung kedua kubu. Di satu sisi, ada yang menganggap bahwa pembatasan dana perlu untuk efisiensi, sementara yang lain sejalan dengan Darmansyah yang menilai kebijakan ini dapat merugikan kesejahteraan masyarakat dan memperlambat laju pembangunan.
Ketidakpastian mengenai kebijakan ini membuka ruang diskusi lebih lanjut di antara para pemangku kepentingan. Apakah pembatasan dana dusun sebesar Rp 300 juta akan menjadi solusi atau justru sebuah langkah mundur bagi Kabupaten Lombok Utara? Waktu dan kebijakan selanjutnya akan menentukan nasib masyarakat di daerah tersebut.