Pola Asuh dan Tantangan Ekonomi, Pemicunya Pernikahan Dini di KLU

banner 120x600
banner 468x60


Tanjungtv.com – Pernikahan dini di Kabupaten Lombok Utara (KLU) masih menjadi persoalan serius. Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A), Fathurrahman, mengungkapkan bahwa dari 60 kasus yang tercatat selama tahun 2024, sebagian besar berakar pada pola pengasuhan yang kurang maksimal.

“Sebagian besar anak yang menikah dini berasal dari keluarga broken home, di mana orang tua bercerai atau pergi merantau. Anak-anak ini akhirnya tinggal dengan nenek yang juga memiliki keterbatasan dalam pengawasan,” jelas Fathurrahman, Jumat (10/1). Kondisi ekonomi keluarga turut memperparah situasi. “Banyak anak menikah dini dengan harapan kehidupan mereka membaik, meskipun kenyataannya justru berujung pada masalah baru,” tambahnya.

banner 325x300

Ekonomi Jadi Alasan Klasik
Bukan rahasia lagi, ekonomi sering menjadi dalih utama. Beberapa orang tua bahkan mendorong anaknya menikah agar beban tanggungan beralih ke pasangan mereka. “Ketika orang tua merasa tidak mampu membiayai pendidikan atau kebutuhan harian, pernikahan dini dianggap solusi instan,” ujar Fathurrahman. Namun, alih-alih memperbaiki kondisi, pernikahan dini justru meningkatkan angka kemiskinan.

“Dengan pekerjaan yang belum pasti dan tinggal menumpang di rumah orang tua, keluarga baru ini otomatis masuk kategori miskin. Ini menjadi lingkaran setan yang sulit diputus,” ungkapnya lagi.

Putus Sekolah dan Kehamilan di Luar Nikah
Selain faktor ekonomi, putus sekolah juga menjadi penyebab dominan. Anak-anak yang tak melanjutkan pendidikan cenderung lebih rentan menikah dini. “Banyak juga yang menikah dini karena hamil di luar nikah,” ungkap Fathurrahman, menyoroti kurangnya edukasi seksualitas dan kesehatan reproduksi di kalangan remaja.

Upaya Pemerintah: Sosialisasi dan Edukasi
Dinsos P3A bersama pemerintah desa dan sekolah kini gencar melakukan sosialisasi pencegahan. Program ini menekankan risiko pernikahan dini, baik dari segi kesehatan, sosial, maupun psikologis.

“Dampak kesehatan seperti komplikasi kehamilan hingga risiko melahirkan anak cacat seringkali diabaikan. Padahal, ini serius. Selain itu, ada risiko putus sekolah, kekerasan rumah tangga, dan ketidakstabilan emosi yang memicu konflik,” papar Fathurrahman.

Ia juga menekankan pentingnya kesiapan fisik, mental, dan finansial sebelum menikah. “Kesadaran masyarakat adalah kuncinya. Tanpa itu, upaya pemerintah hanya akan berjalan setengah hati,” tutupnya optimis.

Solusi: Masyarakat Harus Terlibat
Masalah pernikahan dini bukan hanya urusan pemerintah. Peran keluarga, komunitas, dan sekolah sangat dibutuhkan. Pola asuh yang suportif, pendidikan yang inklusif, serta edukasi soal kesehatan reproduksi harus menjadi prioritas bersama. Karena pada akhirnya, generasi muda KLU adalah investasi masa depan yang harus kita jaga bersama.

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *